Hukum Puasa bagi dan Menyusui dalam Islam
Dalam Islam , hukum puasa bagi ibu hamil dan ibu menyusui secara umum terbagi menjadi 2 , yaitu wajib dan makruh.Hukum wajib jatuh kepada para ibu hamil yang kondisi fisiknya sehat walafiat dan pertumbuhan janin atau bayi tidak riskan mengalami duduk perkara jikalau ibunya berpuasa , sedangkan hukum makruh jatuh kepada para ibu hamil dan menyusui yang kondisi fisiknya lemah dan janin atau bayinya dikhawatirkan mengalami duduk perkara jikalau ibunya memaksa berpuasa.
Hukum wajib puasa bagi ibu hamil dan menyusui gotong royong kurang begitu populer di kalangan banyak ulama. Mewajibkan puasa bagi ibu hamil dan menyusui sangat riskan kuat bagi pertumbuhan si bayi dan ibunya. Selain itu , dalil-dalil yang ada juga cenderung lebih menguatkan pendapat yang memakruhkan puasa bagi ibu hamil dan menyusui.
Banyak ulama berpendapat bahwa kewajiban puasa bagi ibu hamil dan menyusui gugur alasannya yaitu kondisi mereka yang memang membutuhkan banyak asupan makanan. Kewajiban berpuasa ramadhan bagi ibu hamil dan menyusui dapat diganti dengan melaksanakan Qadha atau mengganti puasanya dengan puasa di hari lain setelah bulan Ramadhan menyerupai halnya orang yang sakit atau sedang dalam perjalanan.
"Maka Barangsiapa diantara kau ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) , Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (QS. Al-Baqarah: 184).Khusus bagi ibu hamil , kewajiban meng-qadha puasa juga dianggap sunnah mengingat setelah melahirkan , ia tentu akan menyusui anaknya , sehingga kondisi ini akan memberatkan bagi mereka. Sesuai petunjuk Al-Qur’an , kewajiban qadha ini dapat diganti dengan membayar fidyah sesuai cara yang telah ditentukan Rasulluloh. (Baca : Fidyah Ibu Menyusui dan )
“…Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah , (yaitu) memberi makan seorang miskin…” (Qs. Al-Baqarah: 184)Nah , demikianlah pemaparan mengenai hukum puasa bagi ibu hamil dan menyusui dalam Islam. Sebetulnya masih banyak perdebatan dan perbedaan pendapat para ulama terkait dengan hukum satu ini. Namun , alangkah lebih baiknya kita ikuti pendapat yang paling kuat dan paling baik menyerupai yang dijelaskan di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar